Selasa, 23 November 2010
TAKSONOMI HEWAN Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Taksonomi Hewan REPTIL Kapuas Mud Snake oleh MASNI HARTINI G1A 008 029 UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI MATARAM 2010 Kapuas Mud Snake (Ular Lumpur Kapuas) Enhhydris gyii Klasifikasi Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Reptilia Ordo: Squamata Upaordo: Serpentes Famili: Colubridae Upafamili: Homalopsinae Genus: Enhydris Spesies: E. gyii Nama binomial Enhydris gyii Murphy, Voris and Auliya, 2005 Enhhydris gyii adalah salah satu jenis ular berbisa, akan tetapi memiliki kemampuan seperti bunglon yaitu dapat merubah warna tubuhnya atau yang disebut sebagai mimikri. Ular ini ditemukan di daerah sungai Kapuas, Pulau Kalimantan. Hewan ini ditemukan oleh seorang peneliti ahli reptil dari the Zoologisches Forschungsmuseum Alexander Koenig, Jerman yaitu Dr. Mark Auliya, dengan dua rekannya peneliti dari AS yaitu John Murphy dan Harold Voris dari Field Museum of Natural History, Chicago yang sedang terlibat dalam proyek penelitian World Wildlife Fund (WWF) di daerah Kalimantan. Ketika menemukan ular ini, tidak ada anggapan apapun atau tidak ada hal yang spesial dari ular itu. (Anonim1: 2010). Dr. Auliya mengumpulkan dua specimen ular yang berbisa ini sepanjang setengah meter dari lahan basah dan hutan rawa diseputar Sungai Kapuas, Taman nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat dimana WWF mendukung upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan disana. Para ilmuwan menamakan ular ini sebagai Ular Lumpur Kapuas (Enhydris gyii) atau Kapuas Mud Snake(Anonim2.2006). Ular ini berbisa, tapi tidak berbahaya bagi manusia, bisanya itu berfungsi untuk mencerna mangsa yang dimakannya. Jadi seperti enzym pada manusia. Ketika menemukan ular ini, Auliya pun menaruhnya pada sebuah ember berwarna hitam, beberapa saat ketika ia ingin memastikan keberadaan ular dalam ember tersebut, tiba- tiba ular itu telah berubah warna menjadi putih yang pada awalnya berwarna coklat kemerahan. Kemampuan mimikri pada umumnya hanya ditemukan pada bunglon, akan tetapi sejauh ini belum ada penelitian yang melaporkan mengapa hal ini bisa terjadi pada ular berbisa ini. Belum ada peneliti yang mengetahui bagaimana fenomena ini bisa terjadi (Anonim1, 2010). Spekulasi awal dari para peneliti adalah bahwa ular ini Berubah Warna Kalau Diam. Mangsa jenis ular ini adalah ikan dan katak. Walau sama-sama mampu berganti warna seperti bunglon, ular kapuas ini memiliki tujuan yang berbeda. Ular ini mengganti warna kulitnya bukan untuk berkamuflase atau menipu lawan. Ini terbukti dengan pergantian warna yang dilakukannya tidak sesuai dengan tempat di mana ia berada ( Magdalena, 2010). Kemampuan seperti bunglon ini telah diketahui dimiliki oleh beberapa jenis reptil, tetapi ilmuwan sangat jarang menemukan fenomena ini pada ular terutama ular berbisa. Mengapa mereka melakukan perubahan warna hingga saat ini masih menjadi pertanyaan. (Anonim2, 2006). Karena ditemukan di daerah lumpur sungai Kapuas, maka seringkali ular ini disebut sebagai Ular Lumpur Kapuas, namun kini ular itu telah diberi nama menjadi Enhydris gyii. Gyi adalah pakar ular asal Birma yang menyilidiki klasifikasi jenis-jenis ular. Genus Enhydris sendiri terdiri dari 22 spesies, dan hanya dua jenis yang menjelajah. Sedangkan 20 jenis lainnya hanya tinggal di area berdaya jelajah sempit. Ilmuwan percaya ular yang baru ditemukan ini mungkin hanya ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas (Anonim1: 2010). Dari penemuan ini, dapat diketahui bahwa sebenarnya ada banyak hewan atau spesies baru yang mungkin terdapat di daerah Indonesia ini, apalagi dengan begitu luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Anonim1, 2010). Keberadaan spesies baru ini terganggu oleh adahnya pengurangan populasi pohon di kawasan tersebut (Anonim3, 2010). Ciri- ciri Memiliki ciri- ciri yang sama dengan ular pada umumnya taitu mulai dari pernafasan, kulit yang bersisik, maupun indra peglihat yang tidak terlalau berperan. Namun, Ular air berukuran sedang , panjang totalnya bervariasi antara 64 cm hingga 76 cm. (Murphy, Voris and Auliya, 2005 dalam Anonim4, 2010). Sisik dorsal (punggung) berkilau seperti pelangi, tersusun dalam 25 deret di tengah badan (27 di atas leher dan 21 di sekitar anus). Warna di punggung kelabu hitam sampai coklat-merah kehitaman. Masing-masing sisik di punggung dengan bagian tengah (pusat) berwarna kemerahan. Sisik ventral dan empat deret terbawah sisik dorsal berwarna merah terang kecoklatan. warna terang terdapat di 5 hingga 7 deret terbawah sisik dorsal; sedangkan sisik dorsal itu sendiri berjumlah 29-31 deret di tengah badan (Anonim4, 2010). Tidak banyak yang diketahui mengenai peri kehidupan ular ini, selain bahwa ia hidup pada habitat riparian (dataran banjir di sekitar aliran sungai). Sampai dengan saat ini belum banyak spesimen yang tertangkap atau teramati, hingga ia dipublikasikan secara luas pada 27 Juni 2006 kemarin. Sebetulnya spesimen pertama yang terkoleksi dari jenis ini telah berumur lebih dari seabad (tertangkap pada 1897 di aliran S. Kapuas, Kalbar, tanpa lokasi spesifik). Akan tetapi ia tidak dikenali sebagai jenis baru hingga belakangan ini. Pada 1996, Mark Auliya, seorang herpetolog muda dari Jerman, berhasil menangkap dua spesimen lagi dari lokasi yang berbeda di sekitar aliran Kapuas dekat kota Putussibau. Hingga 2003, ketiganya masih dianggap dan dicatat sebagai E. doriae; sebelum pada akhirnya ditelaah ulang dan ditetapkan sebagai spesies baru. Hingga saat ini E. gyii masih dianggap jenis endemik Kalimantan, khususnya aliran Sungai Kapuas, Kalbar. Namun ada pula peneliti yang memperkirakan kemungkinan ditemukannya ular lumpur ini di Sumatra, mengingat pada kala Pleistosen terdapat hubungan yang cukup lama antara sistem sungai di Kalimantan bagian barat dengan sistem sungai di Sumatra tengah. Pada kala ini, permukaan air laut menurun begitu rendah sehingga tercipta hubungan darat antara Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kalimantan (Anonim4, 2010). Keistimewaan Satu keistimewaan yang unik dan langka dari ular ini adalah kemampuannya untuk bertukar warna, yang tidak dimiliki oleh ular pada umumnya. Namun sudah bukan merupakan hal yang asing lagi ketika banyak spesie baru asli Indonesia justru ditemukan oleh orang- orang yang notabenenya bukan merupaka orang indonesia. Sangat tragis memang, disaat penduduk asli sibuk dengan hal- hal yang kurang bermanfaat ( Magdalena , 2010). DaftarPustaka Anonim1.2010. Ditemukan Ular Bunglon di Kalimantan http://www.kompas.com/teknologi/news/0606/27/180010.htm diunduh 06 Oktober 2010 Anonim2. 2006. Ditemukan ular Bunglon di Heart of Borneo http://www.mvences.de/p/p2/Vences_B140.pdf diunduh 06 Oktober 2010 Anonim3.2010. Snake displays changing colours http://duniasatwa.dszoo.com/forums/showthread.php?t=10027 diunduh 06 Oktober 2010 Anonim4. 2010. Ular-lumpur Kapuas http://id.wikipedia.org/wiki/Ular-lumpur_Kapuas diunduh 13 Oktober 2010 Magdalena, Merry.2010. Ular Mirip Bunglon Ditemukan di Kalimantan http://www.sinarharapan.co.id/berita/0606/28/ipt01.html diunduh 06 Oktober 2010TAKSONOMI HEWAN Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Taksonomi Hewan REPTIL Kapuas Mud Snake oleh MASNI HARTINI G1A 008 029 UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI MATARAM 2010 Kapuas Mud Snake (Ular Lumpur Kapuas) Enhhydris gyii Klasifikasi Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Reptilia Ordo: Squamata Upaordo: Serpentes Famili: Colubridae Upafamili: Homalopsinae Genus: Enhydris Spesies: E. gyii Nama binomial Enhydris gyii Murphy, Voris and Auliya, 2005 Enhhydris gyii adalah salah satu jenis ular berbisa, akan tetapi memiliki kemampuan seperti bunglon yaitu dapat merubah warna tubuhnya atau yang disebut sebagai mimikri. Ular ini ditemukan di daerah sungai Kapuas, Pulau Kalimantan. Hewan ini ditemukan oleh seorang peneliti ahli reptil dari the Zoologisches Forschungsmuseum Alexander Koenig, Jerman yaitu Dr. Mark Auliya, dengan dua rekannya peneliti dari AS yaitu John Murphy dan Harold Voris dari Field Museum of Natural History, Chicago yang sedang terlibat dalam proyek penelitian World Wildlife Fund (WWF) di daerah Kalimantan. Ketika menemukan ular ini, tidak ada anggapan apapun atau tidak ada hal yang spesial dari ular itu. (Anonim1: 2010). Dr. Auliya mengumpulkan dua specimen ular yang berbisa ini sepanjang setengah meter dari lahan basah dan hutan rawa diseputar Sungai Kapuas, Taman nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat dimana WWF mendukung upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan disana. Para ilmuwan menamakan ular ini sebagai Ular Lumpur Kapuas (Enhydris gyii) atau Kapuas Mud Snake(Anonim2.2006). Ular ini berbisa, tapi tidak berbahaya bagi manusia, bisanya itu berfungsi untuk mencerna mangsa yang dimakannya. Jadi seperti enzym pada manusia. Ketika menemukan ular ini, Auliya pun menaruhnya pada sebuah ember berwarna hitam, beberapa saat ketika ia ingin memastikan keberadaan ular dalam ember tersebut, tiba- tiba ular itu telah berubah warna menjadi putih yang pada awalnya berwarna coklat kemerahan. Kemampuan mimikri pada umumnya hanya ditemukan pada bunglon, akan tetapi sejauh ini belum ada penelitian yang melaporkan mengapa hal ini bisa terjadi pada ular berbisa ini. Belum ada peneliti yang mengetahui bagaimana fenomena ini bisa terjadi (Anonim1, 2010). Spekulasi awal dari para peneliti adalah bahwa ular ini Berubah Warna Kalau Diam. Mangsa jenis ular ini adalah ikan dan katak. Walau sama-sama mampu berganti warna seperti bunglon, ular kapuas ini memiliki tujuan yang berbeda. Ular ini mengganti warna kulitnya bukan untuk berkamuflase atau menipu lawan. Ini terbukti dengan pergantian warna yang dilakukannya tidak sesuai dengan tempat di mana ia berada ( Magdalena, 2010). Kemampuan seperti bunglon ini telah diketahui dimiliki oleh beberapa jenis reptil, tetapi ilmuwan sangat jarang menemukan fenomena ini pada ular terutama ular berbisa. Mengapa mereka melakukan perubahan warna hingga saat ini masih menjadi pertanyaan. (Anonim2, 2006). Karena ditemukan di daerah lumpur sungai Kapuas, maka seringkali ular ini disebut sebagai Ular Lumpur Kapuas, namun kini ular itu telah diberi nama menjadi Enhydris gyii. Gyi adalah pakar ular asal Birma yang menyilidiki klasifikasi jenis-jenis ular. Genus Enhydris sendiri terdiri dari 22 spesies, dan hanya dua jenis yang menjelajah. Sedangkan 20 jenis lainnya hanya tinggal di area berdaya jelajah sempit. Ilmuwan percaya ular yang baru ditemukan ini mungkin hanya ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas (Anonim1: 2010). Dari penemuan ini, dapat diketahui bahwa sebenarnya ada banyak hewan atau spesies baru yang mungkin terdapat di daerah Indonesia ini, apalagi dengan begitu luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Anonim1, 2010). Keberadaan spesies baru ini terganggu oleh adahnya pengurangan populasi pohon di kawasan tersebut (Anonim3, 2010). Ciri- ciri Memiliki ciri- ciri yang sama dengan ular pada umumnya taitu mulai dari pernafasan, kulit yang bersisik, maupun indra peglihat yang tidak terlalau berperan. Namun, Ular air berukuran sedang , panjang totalnya bervariasi antara 64 cm hingga 76 cm. (Murphy, Voris and Auliya, 2005 dalam Anonim4, 2010). Sisik dorsal (punggung) berkilau seperti pelangi, tersusun dalam 25 deret di tengah badan (27 di atas leher dan 21 di sekitar anus). Warna di punggung kelabu hitam sampai coklat-merah kehitaman. Masing-masing sisik di punggung dengan bagian tengah (pusat) berwarna kemerahan. Sisik ventral dan empat deret terbawah sisik dorsal berwarna merah terang kecoklatan. warna terang terdapat di 5 hingga 7 deret terbawah sisik dorsal; sedangkan sisik dorsal itu sendiri berjumlah 29-31 deret di tengah badan (Anonim4, 2010). Tidak banyak yang diketahui mengenai peri kehidupan ular ini, selain bahwa ia hidup pada habitat riparian (dataran banjir di sekitar aliran sungai). Sampai dengan saat ini belum banyak spesimen yang tertangkap atau teramati, hingga ia dipublikasikan secara luas pada 27 Juni 2006 kemarin. Sebetulnya spesimen pertama yang terkoleksi dari jenis ini telah berumur lebih dari seabad (tertangkap pada 1897 di aliran S. Kapuas, Kalbar, tanpa lokasi spesifik). Akan tetapi ia tidak dikenali sebagai jenis baru hingga belakangan ini. Pada 1996, Mark Auliya, seorang herpetolog muda dari Jerman, berhasil menangkap dua spesimen lagi dari lokasi yang berbeda di sekitar aliran Kapuas dekat kota Putussibau. Hingga 2003, ketiganya masih dianggap dan dicatat sebagai E. doriae; sebelum pada akhirnya ditelaah ulang dan ditetapkan sebagai spesies baru. Hingga saat ini E. gyii masih dianggap jenis endemik Kalimantan, khususnya aliran Sungai Kapuas, Kalbar. Namun ada pula peneliti yang memperkirakan kemungkinan ditemukannya ular lumpur ini di Sumatra, mengingat pada kala Pleistosen terdapat hubungan yang cukup lama antara sistem sungai di Kalimantan bagian barat dengan sistem sungai di Sumatra tengah. Pada kala ini, permukaan air laut menurun begitu rendah sehingga tercipta hubungan darat antara Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kalimantan (Anonim4, 2010). Keistimewaan Satu keistimewaan yang unik dan langka dari ular ini adalah kemampuannya untuk bertukar warna, yang tidak dimiliki oleh ular pada umumnya. Namun sudah bukan merupakan hal yang asing lagi ketika banyak spesie baru asli Indonesia justru ditemukan oleh orang- orang yang notabenenya bukan merupaka orang indonesia. Sangat tragis memang, disaat penduduk asli sibuk dengan hal- hal yang kurang bermanfaat ( Magdalena , 2010). DaftarPustaka Anonim1.2010. Ditemukan Ular Bunglon di Kalimantan http://www.kompas.com/teknologi/news/0606/27/180010.htm diunduh 06 Oktober 2010 Anonim2. 2006. Ditemukan ular Bunglon di Heart of Borneo http://www.mvences.de/p/p2/Vences_B140.pdf diunduh 06 Oktober 2010 Anonim3.2010. Snake displays changing colours http://duniasatwa.dszoo.com/forums/showthread.php?t=10027 diunduh 06 Oktober 2010 Anonim4. 2010. Ular-lumpur Kapuas http://id.wikipedia.org/wiki/Ular-lumpur_Kapuas diunduh 13 Oktober 2010 Magdalena, Merry.2010. Ular Mirip Bunglon Ditemukan di Kalimantan http://www.sinarharapan.co.id/berita/0606/28/ipt01.html diunduh 06 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar